RSS

Senin, 28 Oktober 2013

KONSEP MOBILISASI DINI


A.    Pengertian Mobilisasi Dini
Mobilisasi dini adalah pergerakan yang dilakukan sedini mungkin di tempat tidur dengan melatih bagian–bagian tubuh untuk melakukan peregangan atau belajar berjalan (Soelaiman, 2000).
Mobilisasi dini adalah kebijaksanaan untuk selekas mungkin membimbing penderita keluar dari tempat tidurnya dan membimbingnya selekas mungkin berjalan. Menurut Carpenito (2000)mobilisasi dini merupakan suatu aspek yang terpenting pada fungsi fisiologis karena hal itu esensial untuk mempertahankan kemandirian. Dari Kedua definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa mobilisasi dini adalah suatu upaya mempertahankan kemandirian sedini mungkin dengan cara membimbing penderita untuk mempertahankan fungsi fisiologis.
Mobilisasi menyebabkan perbaikan sirkulasi, membuat napas dalam dan menstimulasi kembali fungsi gastrointestinal normal, dorong untuk menggerakkan kaki dan tungkai bawah sesegera mungkin, biasanya dalam waktu 12 jam.

B.     Rentang Gerak dalam mobilisasi
Dalam mobilisasi terdapat tiga rentang gerak yaitu :
1.      Rentang gerak pasif
Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot dan persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya perawat mengangkat dan menggerakkan kaki pasien.
2.      Rentang gerak aktif
Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan cara menggunakan otot-ototnya secara aktif misalnya berbaring pasien menggerakkan kakinya.
3.      Rentang gerak fungsional
Berguna untuk memperkuat otot-otot dan sendi dengan melakukan aktifitas yang diperlukan (Carpenito, 2000).

C.    Manfaat mobilisasi bagi ibu pasca seksio sesarea adalah :
1.   Penderita merasa lebih sehat dan kuat dengan early ambulation. Dengan bergerak, otot–otot perut dan panggul akan kembali normal sehingga otot perutnya menjadi kuat kembali dan dapat mengurangi rasa sakit dengan demikian ibu merasa sehat dan membantu memperoleh kekuatan, mempercepat kesembuhan. Faal usus dan kandung kencing lebih baik. Dengan bergerak akan merangsang peristaltik usus kembali normal. Aktifitas ini juga membantu mempercepat organ-organ tubuh bekerja seperti semula.
2.    Mobilisasi dini memungkinkan kita mengajarkan segera untuk ibu merawat anaknya. Perubahan yang terjadi pada ibu pasca operasi akan cepat pulih misalnya kontraksi uterus, dengan demikian ibu akan cepat merasa sehat dan bisa merawat anaknya dengan cepat.
3.      Mencegah terjadinya trombosis dan tromboemboli, dengan mobilisasi sirkulasi darah normal/lancar sehingga resiko terjadinya trombosis dan tromboemboli dapat dihindarkan.


D.    Kerugian Bila Tidak Melakukan Mobilisasi
1.    Peningkatan suhu tubuh karena adanya involusi uterus yang tidak baik sehingga sisa darah tidak dapat dikeluarkan dan menyebabkan infeksi dan salah satu dari tanda infeksi adalah peningkatan suhu tubuh.
2.   Perdarahan yang abnormal. Dengan mobilisasi dini kontraksi uterus akan baik sehingga fundus uteri keras, maka resiko perdarahan yang abnormal dapat dihindarkan, karena kontraksi membentuk penyempitan pembuluh darah yang terbuka.
3.  Involusi uterus yang tidak baik, Tidak dilakukan mobilisasi secara dini akan menghambat pengeluaran darah dan sisa plasenta sehingga menyebabkan terganggunya kontraksi uterus.

Rabu, 16 Oktober 2013

KEPEMIMPINAN

ASAS DAN FUNGSI KEPEMIMPINAN TUGAS-TUGAS PEMIMPIN

KATA PENDAHULUAN 
Setelah sepuluh tahun mengalami uji-hidup di tengah masyarakat, maka tiba saatnya pada tahun 1992 buku Pemimpin dan Kepemimpinan ini mendapatkan giliran untuk direvisi secara total.
Kata-kata banyak yang diganti dan diperjelas, kalimat-kalimatnya diubah dan diperkaya supaya lebih mudah untuk dibaca. Bab-bab dalam buku ini di make-up sedemikian rupa sehingga bisa lebih gampang dipahami dan direnungkan kembali. Dengan demikian buku ini mendapatkan wajah yang “lebih cantik”, sedang isinya menjadi lebih mudah untuk ditelaah.
Adapun tujuan utama dari revisi buku ini ialah : “lebih readable”, yaitu lebih menarik dan lebih gampang untuk dibaca, sehingga pemahaman dan penafsiran isinya menjadi lebih jelas gamblang.
Dalam perjalanan sejarah manusia yang maha panjang itu, pemimpin hampir selalu menjadi fokus dari semua gerakan, aktivitas, usaha, dan perbahan menuju pada kemajuan (progress) di dalam kelompok atau organisasi. Dia merupakan agen primer untuk menentukan struktur kelompok/organisasi yang dibinanya, juga memberikan motivasi kerja, dan menentukan sasaran bersama yang akan dicapai. Ringkasnya, pempinpin merupakan inisiator, motivator, stimulator, dan invator dalam organisasinya. Sedang kemunculan dirinya itu pada umumnya terjadi mulai banyak cobaan dan tantangan di tengah kehidupan. Lagi pula fungsi pemimpin itu merupakan kebutuhan yang muncul dari satu situasi khusus, misalnya : masa krisis, perang, revolusi, transisi sosial, kondisi ekonomi, dan lain-lain.
Superioritas pribadinya itulah yang menjadi unsur kekuatan dirinya, yang jelas menjadi rangsangan psikososial, dan menerbitkan respons kolektif dari anak buahnya. Kekuatan sedemikian itu mampu mendominir lingkungannya; dan sifatnya konsultatif, koordinatif, membimbing, sehingga anak buah menjadi patuh pada dirinya, menghormat, bersikap loyal, dan bersedia bekerja sama dengan semua anggota.
Kepemimpinan merupakan kekuatan aspirasional, kekuatan semangat, dankekuatan moral yang kreatif, yang mampu mempengaruhi para anggota untuk mengubah sikap, sehingga mereka menjadi konform dengan keinginan pemimpin. tingkah laku kelompok atau organisasi menjadi searah dengan kemauan dan aspirasi pemimpin oleh pengaruh interpersonal pemimpin terhadap anak buahnya. Dalam kondisi sedemikian terdapat kesukarelaan atau induksi pemenuhan-kerelaan (complianceinduction) bawahan terhadap pemimpin; khususnya dalam usaha mencapai tujuan bersama, dan pada proses pemecahan masalah-masalah yang harus dihadapi secara kolektif. Jadi tidak diperlukan pemaksaan, pendesakan, penekanan, intimidasi, ancaman atau paksaan (coersive power) tertentu.
Tetapi pada saatnya, di tengah kelompok itu akan muncul seorang tokoh sentral sebagai pemimpin, yang memiliki kualitas-kualitas unggul. Kualitas superior dan pribadi pemimpin tadi sebagian sangat bergantung pada faktor keturunan, dan merupakan disposisi psikofisik/rohani/jasmani yang herediter sifatnya, yaitu berupa inteligensi, energi, kekuatan tubuh, kelenturan mental, dan keteguhan moral. Dan sebagian lagi dipengaruhi oleh lingkungan sosio-kultural dan kondisi zamannya. Maka pemimpin itu adalah produk interaksi antara sifat-sifat karakteristik individu dengan tempaan dan tuntutan situasi zamannya (waktu, ruang/ tempat, situasi sesaat).
Kekuatan dan keunggulan sifat-sifat pemimpin itu pada akhirnya merupakan perangsang psikososial yang bisa memunculkan reaksi-reaksi bawahan secara kolektif. Selanjutnya akan dimunculkan kepatuhan, loyalitas, kerja sama, dan respek dari para anggota kelompok kepada pemimpinnya. Maka kualitas superior tadi menjadi modal dasar bagi “kekuatan sosial” seorang pemimpin untuk mempengaruhi anak buahnya.

ASAS DAN FUNGSI KEPEMIMPINAN
TUGAS-TUGAS PEMIMPIN

RUMUSAN MASALAH
Masyarakat modern sekarang ini sangat berkepentingan dengan kepemimpinan yang baik, yang mampu menuntut organisasi sesuai dengan asas-asas manajemen modern; sekaligus bersedia memberikan kesejahteraan dan kebahagiaan kepada bawahan dan masyarakat luas. Karena itu keberhasilan seorang pemimpin kecuali dapat dinilai dari produktivitas dan prestasi yang dicapainya, juga harus dinilai dari kebaikannya; dan tidak boleh melakukan “exploitation de I’homme par I’homme”(penghisap oleh manusia terhadap manusia)
Sehubungan dengan luasnya kegiatan manusia modern pada zaman sekarang, dirasakan perlu ada pemimpin-pemimpin yang efektif dan baik pekertinya. Berkaitan dengan masalah ini perlu bagi kita untuk memahami asas-asas dan fungsi kepemimpinan, serta etika profesi pemimpin. Semua itu tercakup dalam teori kepemimpinan.

Selasa, 08 Oktober 2013

ASUHAN KEPERAWATAN RHEUMATOID ARTRITIS

I. Konsep dasar Rheumatoid Artritis
A. PENGERTIAN
Penyakit reumatik adalah penyakit inflamasi non- bakterial yang bersifat sistemik, progesif, cenderung kronik dan mengenai sendi serta jaringan ikat sendi secara simetris. (Rasjad Chairuddin, Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi, hal. 165)
Reumatoid arthritis adalah gangguan autoimun kronik yang menyebabkan proses inflamasi pada sendi (Lemone & Burke, 2001 : 1248).
Reumatik dapat terjadi pada semua jenjang umur dari kanak-kanak sampai usia lanjut. Namun resiko akan meningkat dengan meningkatnya umur (Felson dalam Budi Darmojo, 1999).
Artritis Reumatoid adalah penyakit autoimun sistemik kronis yang tidak diketahui penyebabnya dikarekteristikan dengan reaksi inflamasi dalam membrane sinovial yang mengarah pada destruksi kartilago sendi dan deformitas lebih lanjut.(Susan Martin Tucker.1998)
Artritis Reumatoid (AR) adalah kelainan inflamasi yang terutama mengenai mengenai membran sinovial dari persendian dan umumnya ditandai dengan dengan nyeri persendian, kaku sendi, penurunan mobilitas, dan keletihan. (Diane C. Baughman. 2000)
Artritis rematoid adalah suatu penyakit inflamasi kronik dengan manifestasi utama poliartritis progresif dan melibatkan seluruh organ tubuh. (Arif Mansjour. 2001)

B. ETIOLOGI
Penyebab pasti reumatod arthritis tidak diketahui. Biasanya merupakan kombinasi dari faktor genetic, lingkungan, hormonal dan faktor system reproduksi. Namun faktor pencetus terbesar adalah faktor infeksi seperti bakteri, mikoplasma dan virus (Lemone & Burke, 2001).
Penyebab utama kelainan ini tidak diketahui. Ada beberapa teori yang dikemukakan mengenai penyebab artritis reumatoid, yaitu :
1. Infeksi streptokokus hemolitikus dan streptokokus non-hemolitikus
2. Endokrin
3. Autoimun
4. Metabolik
5. Faktor genetik serta faktor pemicu lainnya.
Pada saat ini, artritis reumatoid diduga disebabkan oleh faktor autoimun dan infeksi. Autoimun ini bereaksi terhadap kolagen tipe II; faktor infeksi mungkin disebabkan oleh karena virus dan organisme mikoplasma atau grup difterioid yang menghasilkan antigen tipe II kolagen dari tulang rawan sendi penderit.

C. MANIFESTASI KLINIS
Pola karakteristik dari persendian yang terkena
  1. Mulai pada persendian kecil ditangan, pergelangan , dan kaki.
  2. Secara progresif menenai persendian, lutut, bahu, pinggul, siku, pergelangan kaki, tulang belakang serviks, dan temporomandibular.
  3. Awitan biasnya akut, bilateral, dan simetris.
  4. Persendian dapat teraba hangat, bengkak, dan nyeri ; kaku pada pagi hari berlangsung selama lebih dari 30 menit.
  5. Deformitasi tangan dan kaki adalah hal yang umum.
Gambaran Ekstra-artikular
  1. Demam, penurunan berat badan, keletihan, anemia
  2. Fenomena Raynaud.
  3. Nodulus rheumatoid, tidak nyeri tekan dan dapat bergerak bebas, di temukan pada jaringan subkutan di atas tonjolan tulang.

Rheumatoid arthritis ditandai oleh adanya gejala umum peradangan berupa:
1. demam, lemah tubuh dan pembengkakan sendi.
2. nyeri dan kekakuan sendi yang dirasakan paling parah pada pagi hari.
3. rentang gerak berkurang, timbul deformitas sendi dan kontraktur otot.
4. Pada sekitar 20% penderita rheumatoid artritits muncul nodus rheumatoid ekstrasinovium. Nodus ini erdiri dari sel darah putih dan sisia sel yang terdapat di daerah trauma atau peningkatan tekanan. Nodus biasanya terbentuk di jaringan subkutis di atas siku dan jari tangan.

Minggu, 29 September 2013

ASUHAN KEPERAWATAN MANAJEMEN NYERI

Konsep Kenyamanan (Pengertian Nyeri)
Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007).
Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan.
Teori Specificity “suggest” menyatakan bahwa nyeri adalah sensori spesifik yang muncul karena adanya injury dan informasi ini didapat melalui sistem saraf perifer dan sentral melalui reseptor nyeri di saraf nyeri perifer dan spesifik di spinal cord.

Sifat-Sifat Nyeri
1.     Nyeri melelahkan dan membutuhkan banyak energi
2.     Nyeri bersifat subyektif dan individual
3.     Nyeri tak dapat dinilai secara objektif seperti sinar X atau lab darah
4.     Perawat hanya dapat mengkaji nyeri pasien dengan melihat perubahan fisiologis tingkah laku dan dari pernyataan klien
5.     Hanya klien yang mengetahui kapan nyeri timbul dan seperti apa rasanya
6.     Nyeri merupakan mekanisme pertahanan fisiologis
7.     Nyeri merupakan tanda peringatan adanya kerusakan jaringan
8.     Nyeri mengawali ketidakmampuan
9.     Persepsi yang salah tentang nyeri menyebabkan manajemen nyeri jadi tidak optimal

     Secara ringkas, Mahon mengemukakan atribut nyeri sebagai berikut :
1.    Nyeri bersifat individu
2.    Nyeri tidak menyenangkan
3.    Merupakan suatu kekuatan yg mendominasi
4.    Bersifat tidak berkesudahan


v  Reflek Nyeri
Banyak teori berusaha untuk menjelaskan dasar neurologis dari nyeri, meskipun tidak ada satu teori yang menjelaskan secara sempurna bagaimana nyeri ditransmisikan atau diserap.
Ø  Transduksi adalah proses dimana stimulus noksius àaktivitas elektrik reseptor terkait.
Ø  Transmisi, dalam proses ini terlibat tiga komponen saraf yaitu saraf sensorik perifer yang meneruskan impuls ke medulla spinalis, kemudian jaringan saraf yang meneruskan impuls yang menuju ke atas (ascendens), dari medulla spinalis ke batang otak dan thalamus. Yang terakhir hubungan timbal balik antara thalamus dan cortex.
Ø  Modulasi yaitu aktivitas saraf utk mengontrol transmisi nyeri. Suatu jaras tertentu telah diteruskan di sistem saran pusat yang secara selektif menghambat transmisi nyeri di medulla spinalis.
Ø  Persepsi, Proses impuls nyeri yang ditransmisikan hingga menimbulkan perasaan subyektif dari nyeri sama sekali belum jelas. bahkan struktur otak yang menimbulkan persepsi tersebut juga tidak jelas.
 
Berdasarkan letaknya, nosireseptor dapat dikelompokkan dalam beberapa bagaian tubuh yaitu pada kulit (Kutaneus), somatik dalam (deep somatic), dan pada daerah viseral, karena letaknya yang berbeda-beda inilah, nyeri yang timbul juga memiliki sensasi yang berbeda.
Nosireceptor kutaneus berasal dari kulit dan sub kutan, nyeri yang berasal dari daerah ini biasanya mudah untuk dialokasi dan didefinisikan. Reseptor jaringan kulit (kutaneus) terbagi dalam dua komponen yaitu :
a)    Reseptor A delta
Merupakan serabut komponen cepat (kecepatan tranmisi 6-30 m/det) yang memungkinkan timbulnya nyeri tajam yang akan cepat hilang apabila penyebab nyeri dihilangkan.
b)   Serabut C
Merupakan serabut komponen lambat (kecepatan tranmisi 0,5 m/det) yang terdapat pada daerah yang lebih dalam, nyeri biasanya bersifat tumpul dan sulit dilokalisasi.

Senin, 23 September 2013

HimkaNU


Minggu, 22 September 2013

STANDARD OPERATING PROSEDUR (SOP) PEMASANGAN INFUS

 



STIKES
Nahdlatul Ulama Tuban

STANDARD OPERATING PROSEDUR (SOP)

PEMASANGAN INFUS




PROTAB
No. Dokumen :
No. Revisi : -
Halaman :
Tanggal Terbit :

Ditetapkan
Ketua STIKES NU Tuban

(H. Miftahul Munir, SKM. M.Kes)
NIP. 19710412 1997303 1 004
Pengertian
Memasukkan cairan atau obat langsung ke dalam pembuluh darah vena dalam jumlah banyak dan waktu yang lama dengan menggunakan seperangkat alat infuse.
Tujuan
1.      Sebagai tindakan pengobatan
2.      Mencukupi kebutuhan tubuh akan cairan dan elektrolit
Indikasi
1.       pasien dengan dehidrasi
2.       pasien sebelum dan sesudah transfuse darah
3.       pasien pra, selama, dan pasca bedah sesuai dengan program pengobatan
4.       pasien yang tidak bisa minum/makan melalui mulut
5.       pasien yang memerlukan pengobatan yang pemberiannya harus melalui infus
Petugas
Petugas kesehatan atau petugas perawatan.
Persiapan alat
1.      Baki dan alasnya
2.      Korentang pada tempatnya
3.      Seperangkat infus steril
-          Infuse set
-          Surflo/abocath/wing needle, venflon
-          Cairan steril
4.      Standart infuse
5.      Pinset dalam bak instrument
-          Pinset sirugis
-          Pinset anatomis
6.      Kasa steril 2x2 cm pada tempatnya
7.      Betadin
8.      Kapas alcohol pada tempatnya
9.      Plester / hypafix
10.  Gunting
11.  Pembalut / verband
12.  Bengkok
13.  Perlak
14.  Pembendung / tourniquet
15.  Sarung tangan
16.  Bidai (K/P)
17.  Tali pengikat (K/P)
Prosedur
A.    Tahap PraInteraksi
1.      Melakukan verifikasi data sebelumnya bila ada
2.      Mencuci tangan
3.      Menempatkan alat di dekat pasien dengan benar

B.     Tahap Orientasi
1.      Memberikan salam pada keluarga
2.      Menjelaskan tujuan  dan prosedur tindakan pada pasien dan keluarga

C.    Tahap Kerja

1.      Mencuci tangan
2.      Mengisi selang infuse
-          Peralatan di dekatkan
-          Memeriksa etiket cairan infuse
-          Mencuci karet penutup botol cairan infuse
-          Pengatur tetesan infuse ditutup, jarak ± 2-4 cm di bawah ruang tetesan
-          Menusukkan set infuse ke dalam botol infuse sedalam mungkin dan pertahankan sterilitas kedua ujung
-          Ruang tetesan diisi ½, jangan sampai terendam
-          Mengisi cairan ke selang infuse jangan sampai ada udara yang masuk
3.      Melakukan vena pungsi
-          Perlak dan alasnya dipasang di bawah anggota tubuh yang akan dipasang infuse
-          Tentukan lokasi vena, cari vena paling ujung/paling tepi
-          Kaji tempat penusukan (cari, periksa dan raba vena yang tepat)
-          Pasang torniket 10-20 cm di atas tempat tusukan
-          Pasien di mohon untuk mengepalkan tangan
-          Gunakan sarung tangan
-          Bersihkan daerah tusukan dengan kapas alcohol
-          Antiseptic daerah tusukan dengan kapas alcohol dari tengah ke luar
-          Tangan yang tidak dominan menekan vena di bawah daerah tusukan
-          Menusukkan jarum dengan sudut ± 15-30°, jika jarum telah menembus kulit ubah posisi jarum sejajar dengan kulit dan tusuk ke vena ± ½ - 1cm
-          Jika darah telah masuk lumen jarum, kemudian jarum penuntun dikendurkan/ditarik sedikit, dorong perlahan-lahan kateter infuse sampai posisi tepat tanpa memasukkan lagi jarum penuntun
-          Buka pembendung dan lepaskan genggaman tangan pasien kemudian sambungkan selang infuse dengan ujung kateter dan buka pengatur tetesan (infuse 1 & 2 flm)
-          Bila tetesan lancer periksa daerah sekitar penusukan apakah terjadi tanda-tanda infiltrasi
-          Bila tidak ada infiltrasi, fiksasi dan balut kateter infuse dengan kasa steril + betadin dan di plester (infuse 3 flm)
-          Lingkarkan selang dan fiksasi dengan plester
-          Pasang bidai dan pembalut (K/P)
-          Pasang tali pengikat (K/P)
-          Mengatur tetesan infuse sesuai dengan terapi
-          Setelah pemasangan infuse selesai, pasien dirapikan posisinya
-          Peralatan dibersihkan, dibereskan, dan dikembalikan ke tempat semula
-          Mencuci tangan
-          Mencatat tanggal dan jam pemberian, macam cairan
-          Mengobservasi reaksi pasien
D.    Tahap Terminasi
1.      Melakukan evaluasi tindakan
2.      Membereskan alat-alat
3.      Mencuci tangan
4.      Mencatat kegiatan dalam lembar catatan perawatan
Referensi
 -