RSS

Minggu, 16 Februari 2014

PERAWATAN LUKA

I.               PENDAHULUAN
Kulit berfungsi sebagai pertahanan tubuh terhadap bahaya lingkungan. Kulit melindungi tubuh dari kerusakan akibat mekanik, iradiasi, efek termal, kimia, dan masuknya mikroorganisme. Adanya luka menimbulkan hilangnya fungsi perlindungan oleh kulit. Bakteri dapat masuk ke jaringan yang lebih dalam dan menimbulkan perlawanan tubuh serta menimbulkan resiko infeksi.
Banyak luka kecil yang sembuh tanpa perhatian dari pemberi pelayanan kesehatan, jika orang yang luka memiliki bahan-bahan dasar yang diperlukan untuk penyembuhan seperti suplai darah cukup, sistem kekebalan utuh, status nutrisi baik. Tetapi seseorang dengan luka besar atau lebar atau luka yang disengaja khususnya insisi operasi memerlukan pengawasan dan perawatan untuk terjadinya penyembuhan yang optimal.
Luka adalah rusaknya kontinuitas dari jaringan tubuh. Ada beberapa istilah yang digunakan untuk menjelaskan luka. Luka dimana tidak terjadi kerusakan pada permukaaan kulit disebut luka tertutup. Dan luka dimana terjadi kerusakan pada kulit atau membran mukosa disebut luka terbuka. Luka intensional disebabkan secara sengaja, seperti pada operasi atau pada waktu memasukkan infus intravena. Luka yang tidak intensional juga disebut luka kecelakaan, terjadi karena kecelakaan seperti robeknya kulit karena jatuh dari sepeda.
 II.            JENIS LUKA
Luka dibagi menurut cara mereka didapat dan luas kulit yang terkena. Sistem klasifikasi ini meliputi 6 tipe luka :
1.      Luka Insisi/Luka Iris
      Dibuat secara sengaja atau tidak sengaja oleh alat yang tajam, seperti pisau atau pisau bedah.
2.      Luka Kontusio
      Kontusio adalah luka yang tidak disengaja.Terjadi sebagai hasil dari benturan benda  yang tumpul; kulit tetap utuh tetapi jaringan di bawahnya dan pembuluh darah rusak. Pada luka tertutup, kulit kelihatan memar.
3.      Luka Abrasi
Terjadi oleh geseran atau garukan pada kulit, secara tidak sengaja, seperti ketika seorang anak terjatuh pada lututnya terjadi goresan, atau secara disengaja ketika ahli bedah plastik menghilangkan jaringan parut melalui teknik pembedahan abrasi dermis.
4.      Punktur atau Luka Tusuk
Dibuat oleh benda yang tajam yang memasuki kulit dan jaringan di bawahnya. Luka punktur yang disengaja dibuat oleh jarum pada saat injeksi; punktur yang tidak disengaja terjadi bila paku menusuk alas kaki bila paku tersebut terinjak.
5.      Luka Laserasi
Terjadi bila kulit tersobek secara kasar. Ini terjadi secara tidak disengaja, biasanya disebabkan oleh kecelakaan.
6.      Luka Penetrasi
Terjadi bila benda yang terdorong masuk ke kulit atau membran mukosa. Merupakan luka yang tidak disengaja. Benda yang masuk seperti pecahan metal atau peluru, berada dalam jaringan di bawah kulit; projektil meninggalkan suatu saluran melewati jaringan yang dapat tertutup secara lengkap.
 III.        PENYEMBUHAN LUKA
Proses regenerasi penyembuhan luka menggambarkan 3 fase, yaitu :
1.      Fase Inflamasi
Fase Inflamasi terlihat selama beberapa hari pertama setelah cedera.
2.      Fase Proliferasi
Fase Proliferasi dimulai pada 4 – 5 hari setelah cedera dan selesai dalam waktu dua minggu.
3.      Fase Maturasi
Pada fase ini terjadi proses pematangan yang terdiri dari penyerapan kembali jaringan yang berlebih, pengerutan sesuai dengan gaya gravitasi dan akhirnya perupaan kembali jaringan yang baru terbentuk. Fase ini dapat berlangsung berbulan-bulan sesuai jenis luka.
  IV.        PENYEMBUHAN YANG TERHAMBAT
Jika ada satu atau lebih faktor resiko, luka dapat tidak sembuh dalam periode waktu yang biasanya. Kondisi ini disebut penyembuhan luka yang terhambat.
 Faktor- faktor yang mengkontribusi terhambatnya perawatan luka :
1.      Menurunnya sirkulasi kebagian tubuh yang disebabkan oleh usia atau patologis (seperti pada Diabetes).
2.      Perubahan status nutrisi, khususnya kekurangan protein, zat besi, atau vitamin C. Ini dapat terjadi pada orang tua, pengguna obat-obatan dan alkohol yang kronik, atau orang yang sembuh dari penyakit kronik seperti kanker.
3.      Terapi Farmakologi (obat-obatan) yang dapat mempengaruhi atau merubah respon inflamasi atau meningkatkan waktu koagolasi (pembekuan) darah.
4.      Merokok, yang secara langsung berdampak pada suplai oksigen perifer ke jaringan melalui perubahan status pernafasan dan konstriksi vaskuler.
5.      Obesitas (kegemukan), dimana jaringan lemak memiliki oksigen dan zat gizi sedikit karena vaskular yang lebih sedikit.
6.      Tekanan pada luka yang disebabkan oleh keadaan fisik seperti penarikan jahitan atau balutan yang ketat, respon hormonal terhadap nyeri yang lama atau yang tidak hilang, atau faktor fisiologis seperti ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
7.      Komplikasi luka seperti perdarahan, infeksi, dehiscence atau eviserasi.
 V.            KOMPLIKASI LUKA
Komplikasi luka terjadi jika keadaan fisiologis atau mekanis yang tidak diharapkan menghambat penyembuhan.Dua komplikasi yang paling umum adalah perdarahan yang berlebihan dan infeksi.
A.    Perdarahahan Yang Berlebihan
Perdarahan yang sedikit dapat terjadi pada setiap luka, tetapi ini diperiksa melalui hemostasis, pembekuan darah yang terjadi melalui proses koagulasi fisiologis atau tekanan mekanis pada luka. Perdarahan yang berlebihan adalah perdarahan yang lama, tidak dapat dihentikan.
Perdarahan terjadi jika beberapa pembuluh darah pembawa darah ke seluruh tubuh – arteri, vena atau kapiler – putus atau pecah. Dapat tejadi pada pembuluh-pembuluh darah sebelah luar yang terlihat atau bagian dalam yang tidak terlihat. Darah dari pembuluh arteri berwarna merah terang dan menyembur, sedangkan darah dari pembuluh vena berwarna lebih gelap dan menitik. Darah dari pembuluh kapiler berwarna merah sedang dan keluarnya merembes.
Perdarahan yang serius selalu membahayakan sebab jika terlalu banyak darah keluar dari sistem peredaran darah, sisanya tidak cukup untuk mensuplai oksigen ke seluruh tubuh, berakibat shok dan akhirnya kematian.  
Yang harus dilakukan :
1.      Tinggikan daerah luka. Tekan langsung dengan telapak tangan  menggunakan pembalut/perban atau bantalan yang bersih. Jika tidak ada pembalut gunakan tangan anda, mungkin diperlukan lebih dari 15 menit untuk menekannya.
2.      Jika lukanya besar, tekanlah kuat dan hati-hati. Tekan terus seperti pada langkah 1 di atas.
3.      Angkat dan tinggikan bagian luka hingga berada lebih tinggi dari jantung korban (dada) tidakan ini memperlambat mengalirnya darah ke bagian luka; disebut tindakan elevasi.
4.      Baringkan korban, untuk mengurangi derasnya keluarnya darah.
5.      Tutuplah luka dengan pembalut bersih dan cukup lebar melebihi tepi luka, balut dengan verban; ikat di atas bantalan pembalut.
6.      Jika tak ada pembalut, gunakanlah sepotong kain bersih, tipis dan tidak berbulu.
7.      Jika darah terlihat mulai menembus pembalut, beri lagi di atasnya lalu balutlah.
8.      Amati tanda-tanda terjadinya shok dan rawatlah.

B.     Infeksi Pada Luka
Infeksi luka terjadi melalui kontaminasi ke jaringan. Meskipun dapat disembuhkan dengan terapi antibiotika, infeksi menghambat proses penyembuhan dan memperpanjang  penyembuhan klien dari cedera.
  VI.        PERAWATAN LUKA
Prinsip Perawatan Luka
1.      Perawatan luka dapat dilakukan secara terbuka dan tertutup. Perawatan luka terbuka diutamakan pada luka yang sederhana dan dangkal.
Perawatan luka tertutup bertujuan untuk :
a.       Menjaga luka dari trauma.
b.      Mengimobilisasi daerah luka.
c.       Mencegah perdarahan.
d.      Mencegah kontaminasi oleh kuman.
e.       Mengabsorbsi drainase.
f.       Meningkatkan kenyamanan fisik dan psikologis.
g.      Debridemen sel nekrotik.
2.      Indikasi mengganti balutan :
a.   Balutan kotor atau basah akibat eksternal
b.   Ada rembesan eksudat.
c.   Ingin mengkaji keadaan luka.
d.   Dengan frekuensi tertentu, untuk mempercepat debridemen (pengangkatan) jaringan nekrotik.
3.      Indikasi balutan kering atau basah :
a.   Balutan basah digunakan untuk luka yang basah atau banyak drainase.
b.   Luka kering atau drainase minimal digunakan balutan kering.
4.      Membersihkan luka :
a.   Luka kering cukup diusap dengan larutan antiseptik.
b.   Luka berwarna kekuningan/terinfeksi dibersihkan dengan pencucian sampai pus (nanah)  terangkat.
c.   Luka berwarna hitam (nekrotik) harus dinekrotomi secara mekanik atau kimia.
   VII.    PERAWATAN LUKA
A.    Alat dan Bahan
Alat :
1.      Bak instrumen steril berisi :
   -Pinset anatomis.
   -Pinset chirurgis.
                                                -Sarung tangan.
                         -Gunting jaringan.
2.      Gunting perban.
3.      Plester.
4.      Mangkok kecil.
5.      Bengkok/Nierbeken.
6.      Perlak/handuk.
7.      Tempat sampah.
Bahan :
1.      Larutan NaCl.
2.      Betadine/Rivanol.
3.      Alkohol 70 %
4.      Salep antiseptik.
5.      Perban.
6.      Kasa steril.
B.     Prosedur kerja
1.      Jelaskan prosedur kepada pasien.
2.      Cuci tangan dengan sabun.
3.      Siapkan peralatan dan dekatkan dengan pasien.
4.      Letakkan pasien senyaman mungkin di tempat tidur atau di kursi.
5.      Tutup ruangan dengan tirai.
6.      Angkat atau  lepaskan perekat plester dengan kapas alkohol.
7.      Pasang perlak/handuk di bawah luka yang akan diganti balutan.
8.      Pakai sarung tangan untuk memulai mengganti balutan, angkat balutan dengan memakai pinset anatomis dan letakkan balutan di tempat sampah, perhatikan keadaan luka.
9.      Buka balutan steril, tempatkan dalam bak instruman, buka larutan antiseptik (Betadine, Rivanol) dan tuangkan ke dalam kom kecil.
10.      Bersihkan luka dengan memakai pinset chirurgis, luka dibersihkan dengan kasa yang dibasahi antiseptik dari dalam ke luar secara sirkuler, ulangi sampai bersih. Jika terlalu kotor, cuci dengan NaCl 0,9 % disiram secara perlahan sampai bersih dan air siraman ditampung dalam bengkok/nierbeken.
11.      Gunakan kasa terpisah untuk setiap usapan dalam membersihkan, gunakan kasa baru untuk mengeringkan luka.
12.      Berikan salep antiseptik atau kompres dengan antiseptik (Betadine, Rivanol,  NaCl 0,9 %). Hindari kasa yang terlalu basah.
13.      Balut atau tutup semua area luka sampai permukaannya tertutup.
14.      Buka sarung tangan.
15.      Balutan diplester dan alat-alat dirapikan.

16.   Cuci tangan.

Sabtu, 25 Januari 2014

Hubungan Perilaku Tentang Perawatan Luka Pasca Caesar di Rumah Terhadap Infeksi Pasca Caesar Pada Ibu Post Partum di RSUD Subang Tahun 2012

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
            Di Amerika Serikat angka kejadian Sectio caesarea meningkat dari 5,5% pada tahun 1970 menjadi 15% pada tahun 1978 dan 24-30% saat ini. Makin dikenalnya bedah caesar dan bergesernya pandangan masyarakat akan metode tersebut, diikuti dengan semakin meningkatnya angka persalinan dengan sectio caesar. Di Indonesia sendiri, secara umum jumlah persalinan caesar di rumah sakit Pemerintah adalah sekitar 20-25 % dari total persalinan, sedangkan di rumah sakit swasta jumlahnya sangat tinggi yaitu sekitar 30-80 % dari total persalinan.  Beberapa kerugian dari persalinan yang dijalani melalui bedah caesar, yaitu adanya komplikasi lain yang dapat terjadi saat tindakan bedah caesar dengan frekuensi di atas 11%. Antara lain cedera kandung kemih, cedera rahim, cedera pada pembuluh darah, cedera pada usus, dan infeksi yaitu infeksi pada rahim/endometritis, alat-alat berkemih, usus, serta infeksi akibat luka operasi.
              Penelitian di Inggris menunjukkan, satu dari sepuluh wanita yang menjalani operasi caesar menderita infeksi sehingga mereka harus tinggal lebih lama di rumah sakit untuk perawatan.
               Risiko infeksi biasanya terdapat pada luka jahitan bekas sayatan pada tujuh lapisan jaringan perut. Meskipun mayoritas infeksi pasca operasi caesar tidak serius, tetapi bisa menyebabkan rasa sakit dan tidak nyaman.
          "Infeksi minor tetap bisa menyebabkan sakit dan ada kemungkinan akan memengaruhi jaringan yang lebih dalam. Infeksi yang lebih serius membutuhkan perawatan lebih lama di rumah sakit," kata Dr.Catherine Wloch, dari Departemen of Healthcare Associated Infection and Antimicrobial Resistance.
              Kerugian lain dari infeksi pasca operasi adalah berkurangnya kemampuan ibu untuk mengasuh bayinya karena dibutuhkan waktu cukup lama untuk pulih dari operasi. Kurang lebih 90% dari morbiditas pascaoperasi disebabkan oleh infeksi.
           Salah satu Tujuan Pembangunan Millenium (MDG) 2015 adalah perbaikan kesehatan maternal. Kematian Maternal dijadikan ukuran keberhasilan terhadap pencapaian target MDG-5, adalah penurunan 75 % rasio kematian maternal (Adriaansz. G. 2006). Di negara-negara sedang berkembang frekuensi dilaporkan berkisar antara 0,3% - 0,7 %, sedangkan di negara – negara maju angka tersebut lebih kecil yaitu 0,05 % - 0,1 % (informasi wadah organisasi islamiah, 2008).
            Dalam periode sekarang ini asuhan masa nifas sangat diperlukan karena merupakan masa kritis baik ibu maupun bayi. Diperkirakan 60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan dan 50% kematian masa nifas terjadi dalam 24 jam pertama (Prawirohardjo, 2005).
Berdasarkan data yang diperoleh di Indonesia terjadi peningkatan angka bedah caesardisertai kejadian infeksi luka pasca bedah caesar sekitar 90% dari morbiditas pasca operasi disebabkan oleh infeksi luka operasi. RSUP dr.Sardjito tahun 2000 kejadian infeksi luka pasca bedah caesar adalah 15%. RSUD dr.Soetomo Surabaya tahun 2001 angka kejadian infeksi luka 20% (Himatusujanah dan Rahayuningsih, 2008).
Angka kejadian Sectio caesarea sejak tahun 1980 meningkat di RS CiptoMangunkusumo Jakarta  Sectio caesarea pada tahun 1981 sebesar 15,35% meningkat menjadi 23,23% pada tahun 1986. Peningkatan ini juga terjadi diseluruh dunia. (Roeshadi, 2003).

Senin, 28 Oktober 2013

KONSEP MOBILISASI DINI


A.    Pengertian Mobilisasi Dini
Mobilisasi dini adalah pergerakan yang dilakukan sedini mungkin di tempat tidur dengan melatih bagian–bagian tubuh untuk melakukan peregangan atau belajar berjalan (Soelaiman, 2000).
Mobilisasi dini adalah kebijaksanaan untuk selekas mungkin membimbing penderita keluar dari tempat tidurnya dan membimbingnya selekas mungkin berjalan. Menurut Carpenito (2000)mobilisasi dini merupakan suatu aspek yang terpenting pada fungsi fisiologis karena hal itu esensial untuk mempertahankan kemandirian. Dari Kedua definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa mobilisasi dini adalah suatu upaya mempertahankan kemandirian sedini mungkin dengan cara membimbing penderita untuk mempertahankan fungsi fisiologis.
Mobilisasi menyebabkan perbaikan sirkulasi, membuat napas dalam dan menstimulasi kembali fungsi gastrointestinal normal, dorong untuk menggerakkan kaki dan tungkai bawah sesegera mungkin, biasanya dalam waktu 12 jam.

B.     Rentang Gerak dalam mobilisasi
Dalam mobilisasi terdapat tiga rentang gerak yaitu :
1.      Rentang gerak pasif
Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot dan persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya perawat mengangkat dan menggerakkan kaki pasien.
2.      Rentang gerak aktif
Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan cara menggunakan otot-ototnya secara aktif misalnya berbaring pasien menggerakkan kakinya.
3.      Rentang gerak fungsional
Berguna untuk memperkuat otot-otot dan sendi dengan melakukan aktifitas yang diperlukan (Carpenito, 2000).

C.    Manfaat mobilisasi bagi ibu pasca seksio sesarea adalah :
1.   Penderita merasa lebih sehat dan kuat dengan early ambulation. Dengan bergerak, otot–otot perut dan panggul akan kembali normal sehingga otot perutnya menjadi kuat kembali dan dapat mengurangi rasa sakit dengan demikian ibu merasa sehat dan membantu memperoleh kekuatan, mempercepat kesembuhan. Faal usus dan kandung kencing lebih baik. Dengan bergerak akan merangsang peristaltik usus kembali normal. Aktifitas ini juga membantu mempercepat organ-organ tubuh bekerja seperti semula.
2.    Mobilisasi dini memungkinkan kita mengajarkan segera untuk ibu merawat anaknya. Perubahan yang terjadi pada ibu pasca operasi akan cepat pulih misalnya kontraksi uterus, dengan demikian ibu akan cepat merasa sehat dan bisa merawat anaknya dengan cepat.
3.      Mencegah terjadinya trombosis dan tromboemboli, dengan mobilisasi sirkulasi darah normal/lancar sehingga resiko terjadinya trombosis dan tromboemboli dapat dihindarkan.


D.    Kerugian Bila Tidak Melakukan Mobilisasi
1.    Peningkatan suhu tubuh karena adanya involusi uterus yang tidak baik sehingga sisa darah tidak dapat dikeluarkan dan menyebabkan infeksi dan salah satu dari tanda infeksi adalah peningkatan suhu tubuh.
2.   Perdarahan yang abnormal. Dengan mobilisasi dini kontraksi uterus akan baik sehingga fundus uteri keras, maka resiko perdarahan yang abnormal dapat dihindarkan, karena kontraksi membentuk penyempitan pembuluh darah yang terbuka.
3.  Involusi uterus yang tidak baik, Tidak dilakukan mobilisasi secara dini akan menghambat pengeluaran darah dan sisa plasenta sehingga menyebabkan terganggunya kontraksi uterus.

Rabu, 16 Oktober 2013

KEPEMIMPINAN

ASAS DAN FUNGSI KEPEMIMPINAN TUGAS-TUGAS PEMIMPIN

KATA PENDAHULUAN 
Setelah sepuluh tahun mengalami uji-hidup di tengah masyarakat, maka tiba saatnya pada tahun 1992 buku Pemimpin dan Kepemimpinan ini mendapatkan giliran untuk direvisi secara total.
Kata-kata banyak yang diganti dan diperjelas, kalimat-kalimatnya diubah dan diperkaya supaya lebih mudah untuk dibaca. Bab-bab dalam buku ini di make-up sedemikian rupa sehingga bisa lebih gampang dipahami dan direnungkan kembali. Dengan demikian buku ini mendapatkan wajah yang “lebih cantik”, sedang isinya menjadi lebih mudah untuk ditelaah.
Adapun tujuan utama dari revisi buku ini ialah : “lebih readable”, yaitu lebih menarik dan lebih gampang untuk dibaca, sehingga pemahaman dan penafsiran isinya menjadi lebih jelas gamblang.
Dalam perjalanan sejarah manusia yang maha panjang itu, pemimpin hampir selalu menjadi fokus dari semua gerakan, aktivitas, usaha, dan perbahan menuju pada kemajuan (progress) di dalam kelompok atau organisasi. Dia merupakan agen primer untuk menentukan struktur kelompok/organisasi yang dibinanya, juga memberikan motivasi kerja, dan menentukan sasaran bersama yang akan dicapai. Ringkasnya, pempinpin merupakan inisiator, motivator, stimulator, dan invator dalam organisasinya. Sedang kemunculan dirinya itu pada umumnya terjadi mulai banyak cobaan dan tantangan di tengah kehidupan. Lagi pula fungsi pemimpin itu merupakan kebutuhan yang muncul dari satu situasi khusus, misalnya : masa krisis, perang, revolusi, transisi sosial, kondisi ekonomi, dan lain-lain.
Superioritas pribadinya itulah yang menjadi unsur kekuatan dirinya, yang jelas menjadi rangsangan psikososial, dan menerbitkan respons kolektif dari anak buahnya. Kekuatan sedemikian itu mampu mendominir lingkungannya; dan sifatnya konsultatif, koordinatif, membimbing, sehingga anak buah menjadi patuh pada dirinya, menghormat, bersikap loyal, dan bersedia bekerja sama dengan semua anggota.
Kepemimpinan merupakan kekuatan aspirasional, kekuatan semangat, dankekuatan moral yang kreatif, yang mampu mempengaruhi para anggota untuk mengubah sikap, sehingga mereka menjadi konform dengan keinginan pemimpin. tingkah laku kelompok atau organisasi menjadi searah dengan kemauan dan aspirasi pemimpin oleh pengaruh interpersonal pemimpin terhadap anak buahnya. Dalam kondisi sedemikian terdapat kesukarelaan atau induksi pemenuhan-kerelaan (complianceinduction) bawahan terhadap pemimpin; khususnya dalam usaha mencapai tujuan bersama, dan pada proses pemecahan masalah-masalah yang harus dihadapi secara kolektif. Jadi tidak diperlukan pemaksaan, pendesakan, penekanan, intimidasi, ancaman atau paksaan (coersive power) tertentu.
Tetapi pada saatnya, di tengah kelompok itu akan muncul seorang tokoh sentral sebagai pemimpin, yang memiliki kualitas-kualitas unggul. Kualitas superior dan pribadi pemimpin tadi sebagian sangat bergantung pada faktor keturunan, dan merupakan disposisi psikofisik/rohani/jasmani yang herediter sifatnya, yaitu berupa inteligensi, energi, kekuatan tubuh, kelenturan mental, dan keteguhan moral. Dan sebagian lagi dipengaruhi oleh lingkungan sosio-kultural dan kondisi zamannya. Maka pemimpin itu adalah produk interaksi antara sifat-sifat karakteristik individu dengan tempaan dan tuntutan situasi zamannya (waktu, ruang/ tempat, situasi sesaat).
Kekuatan dan keunggulan sifat-sifat pemimpin itu pada akhirnya merupakan perangsang psikososial yang bisa memunculkan reaksi-reaksi bawahan secara kolektif. Selanjutnya akan dimunculkan kepatuhan, loyalitas, kerja sama, dan respek dari para anggota kelompok kepada pemimpinnya. Maka kualitas superior tadi menjadi modal dasar bagi “kekuatan sosial” seorang pemimpin untuk mempengaruhi anak buahnya.

ASAS DAN FUNGSI KEPEMIMPINAN
TUGAS-TUGAS PEMIMPIN

RUMUSAN MASALAH
Masyarakat modern sekarang ini sangat berkepentingan dengan kepemimpinan yang baik, yang mampu menuntut organisasi sesuai dengan asas-asas manajemen modern; sekaligus bersedia memberikan kesejahteraan dan kebahagiaan kepada bawahan dan masyarakat luas. Karena itu keberhasilan seorang pemimpin kecuali dapat dinilai dari produktivitas dan prestasi yang dicapainya, juga harus dinilai dari kebaikannya; dan tidak boleh melakukan “exploitation de I’homme par I’homme”(penghisap oleh manusia terhadap manusia)
Sehubungan dengan luasnya kegiatan manusia modern pada zaman sekarang, dirasakan perlu ada pemimpin-pemimpin yang efektif dan baik pekertinya. Berkaitan dengan masalah ini perlu bagi kita untuk memahami asas-asas dan fungsi kepemimpinan, serta etika profesi pemimpin. Semua itu tercakup dalam teori kepemimpinan.

Selasa, 08 Oktober 2013

ASUHAN KEPERAWATAN RHEUMATOID ARTRITIS

I. Konsep dasar Rheumatoid Artritis
A. PENGERTIAN
Penyakit reumatik adalah penyakit inflamasi non- bakterial yang bersifat sistemik, progesif, cenderung kronik dan mengenai sendi serta jaringan ikat sendi secara simetris. (Rasjad Chairuddin, Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi, hal. 165)
Reumatoid arthritis adalah gangguan autoimun kronik yang menyebabkan proses inflamasi pada sendi (Lemone & Burke, 2001 : 1248).
Reumatik dapat terjadi pada semua jenjang umur dari kanak-kanak sampai usia lanjut. Namun resiko akan meningkat dengan meningkatnya umur (Felson dalam Budi Darmojo, 1999).
Artritis Reumatoid adalah penyakit autoimun sistemik kronis yang tidak diketahui penyebabnya dikarekteristikan dengan reaksi inflamasi dalam membrane sinovial yang mengarah pada destruksi kartilago sendi dan deformitas lebih lanjut.(Susan Martin Tucker.1998)
Artritis Reumatoid (AR) adalah kelainan inflamasi yang terutama mengenai mengenai membran sinovial dari persendian dan umumnya ditandai dengan dengan nyeri persendian, kaku sendi, penurunan mobilitas, dan keletihan. (Diane C. Baughman. 2000)
Artritis rematoid adalah suatu penyakit inflamasi kronik dengan manifestasi utama poliartritis progresif dan melibatkan seluruh organ tubuh. (Arif Mansjour. 2001)

B. ETIOLOGI
Penyebab pasti reumatod arthritis tidak diketahui. Biasanya merupakan kombinasi dari faktor genetic, lingkungan, hormonal dan faktor system reproduksi. Namun faktor pencetus terbesar adalah faktor infeksi seperti bakteri, mikoplasma dan virus (Lemone & Burke, 2001).
Penyebab utama kelainan ini tidak diketahui. Ada beberapa teori yang dikemukakan mengenai penyebab artritis reumatoid, yaitu :
1. Infeksi streptokokus hemolitikus dan streptokokus non-hemolitikus
2. Endokrin
3. Autoimun
4. Metabolik
5. Faktor genetik serta faktor pemicu lainnya.
Pada saat ini, artritis reumatoid diduga disebabkan oleh faktor autoimun dan infeksi. Autoimun ini bereaksi terhadap kolagen tipe II; faktor infeksi mungkin disebabkan oleh karena virus dan organisme mikoplasma atau grup difterioid yang menghasilkan antigen tipe II kolagen dari tulang rawan sendi penderit.

C. MANIFESTASI KLINIS
Pola karakteristik dari persendian yang terkena
  1. Mulai pada persendian kecil ditangan, pergelangan , dan kaki.
  2. Secara progresif menenai persendian, lutut, bahu, pinggul, siku, pergelangan kaki, tulang belakang serviks, dan temporomandibular.
  3. Awitan biasnya akut, bilateral, dan simetris.
  4. Persendian dapat teraba hangat, bengkak, dan nyeri ; kaku pada pagi hari berlangsung selama lebih dari 30 menit.
  5. Deformitasi tangan dan kaki adalah hal yang umum.
Gambaran Ekstra-artikular
  1. Demam, penurunan berat badan, keletihan, anemia
  2. Fenomena Raynaud.
  3. Nodulus rheumatoid, tidak nyeri tekan dan dapat bergerak bebas, di temukan pada jaringan subkutan di atas tonjolan tulang.

Rheumatoid arthritis ditandai oleh adanya gejala umum peradangan berupa:
1. demam, lemah tubuh dan pembengkakan sendi.
2. nyeri dan kekakuan sendi yang dirasakan paling parah pada pagi hari.
3. rentang gerak berkurang, timbul deformitas sendi dan kontraktur otot.
4. Pada sekitar 20% penderita rheumatoid artritits muncul nodus rheumatoid ekstrasinovium. Nodus ini erdiri dari sel darah putih dan sisia sel yang terdapat di daerah trauma atau peningkatan tekanan. Nodus biasanya terbentuk di jaringan subkutis di atas siku dan jari tangan.